Siapakah Orang Aceh ??

Awalnya saya agak keberatan ketika diajak bergabung, lantaran image tentang Aceh dalam ruang kepala saya dilukiskan sebagai sebuah wilayah yang mengerikan, penuh pergolakan dan bergejolak. Kesan ini tentunya amat beralasan bagi seseorang yang belum pernah mengenal Aceh secara lebih dekat dan mendalam seperti saya.
Namun, rasa penasaran dan
keingintahuan saya selalu mendesak untuk mencobanya. Ketakutan dan
kengerian justru melenyap perlahan ketika bermunculan aneka cerita
seputar Aceh yang justru melahirkan tanda tanya dan mengundang
keingintahuan. Ada cerita seputar kelamnya konflik TNI- GAM, yang
menarik bagi saya seputar cerita ini adalah bagaimana orang Aceh
memahami perang.
Ada pula cerita seputar kelamnya gempa dan tsunami yang melanda Aceh, yang ingin saya tahu adalah bagaimana orang Aceh memahami tsunami dan apakah ada keajaiban yang tercipta darinya. Atau jangan-jangan tsunami itu sendiri adalah keajaiban. Ada pula cerita dan gambaran tentang Aceh sebagai negeri Serambi Mekah di satu sisi dan di sisi lain digambarkan sebagai ‘kebun’ ganja; yang menarik dari kebertolakbelakangan ini bagi saya adalah bagaimana orang Aceh menghayati hidup keagamaannya.
Ada pula cerita seputar kelamnya gempa dan tsunami yang melanda Aceh, yang ingin saya tahu adalah bagaimana orang Aceh memahami tsunami dan apakah ada keajaiban yang tercipta darinya. Atau jangan-jangan tsunami itu sendiri adalah keajaiban. Ada pula cerita dan gambaran tentang Aceh sebagai negeri Serambi Mekah di satu sisi dan di sisi lain digambarkan sebagai ‘kebun’ ganja; yang menarik dari kebertolakbelakangan ini bagi saya adalah bagaimana orang Aceh menghayati hidup keagamaannya.
Inilah beberapa cerita, dan
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam ruang kepala saya, yang
selanjutnya mendesak saya untuk meninggalkan rasa takut dan ngeri,
lantas dengan lapang dada mengunjungi negeri seribu mesjid ini dan
memulai berkarya untuk masyarakat. Saya mengawali perjumpaan dalam karya
dengan perkenalan. Perlahan-lahan saya mencoba untuk mengenal lebih
dekat dengan situasi dan karakter orang Aceh melalui kisah-cerita Snouck
Hurgronje dalam ‘Aceh, Rakyat dan adat Istiadatnya’ (1997).
Kisahnya detail obyektif dan
konprehensif, tetapi belakang hari saya baru tahu kalau Hurgronje
dibenci di Aceh, lantaran kemenduaannya dalam mempelajari Aceh. Di satu
sisi mencoba mempelajari agama dan adat kebiasaan orang Aceh, tetapi
pada saat yang sama katanya dia adalah mata-mata Belanda. H. Ridwan
Saidi seperti yang ditulis Rizki Rydyasmara dalam ’Gerilya Salib di
Serambi Mekkah, dari Zaman Portugis sampai Pasca-Tsunami’ mengatakan
bahwa ’Snouck Hurgronje merupakan seorang orientalis Belanda yang
mempraktekkan strategi berpura-pura masuk Islam (Isharul Islam) untuk
menangguk keuntungan pribadinya (Belanda)’
![]() |
Figur Masyarakat Aceh, Idi. |
Saya meninggalkan Hurgronje dan selanjutnya melakukan pendekatan secara lebih terlibat. Saya mengunjungi komunitas, membangun komunikasi dan berkenalan secara lebih dekat. Selain mendapatkan banyak cerita dan kisah yang menjawab semua rasa penasaran saya sejak awal, sesungguhnya Aceh itu sendiri khas dan unik.
Dalam kesempatan ini saya hanya melukiskan kekhasan dan keunikan Aceh yang saya jumpai dan alami dari karakter manusia dan budayanya. Bahwa sesungguhnya kekhasan orang Aceh jika diperbandingkan dengan kultur masyarakat lain di Indonesia adalah sikap militansi dan loyal atau patuh kepada pemimpin.
Bukan tanpa alasan jika saya menyebutkan dua hal di atas sebagai dua karakter yang paling menonjol dari orang Aceh.
- Pertama, sikap militansi masyarakat atau orang Aceh sudah ditempa sejak ratusan tahun lalu, sejak pendudukan Belanda sampai konflik bersenjata antara GAM-RI. Semangat rela berkorban, berjuang dan berperang sampai titik darah penghabisan yang ditempa sekian lama itu lantas mengental, mengkristal jadi sebuah budaya yang melekat erat dalam setiap karakter masyarakat Aceh. Hal ini bisa dibaca melalui syair-syair do daidi, senandung peninabobo bayi yang mengajarkan dan mengajak sang bayi agar setelah besar nanti pergilah ke medan perang untuk berjuang membela bangsa (nanggroe).
- Kedua, selain sikap militansi, sikap yang lain yang menonjol adalah loyal dan patuh pada pemimpin. Loyalitas dan kepatuhan bagi orang Aceh sebenarnya sebuah nilai dengan harga mahal. Sebab, agar orang Aceh menjadi loyal dan patuh, sang pemimpin haruslah jujur, setia kepada rakyatnya, tidak ingkar janji, bijak dalam pelayanan serta percaya kepada rakyat.
Saya cukup menyebut dua contoh di sini. Pertama,
pada masa perjuangan merebut kemerdekaan orang Aceh rela memberikan
segala harta bendanya kepada Indonesia lewat sebuah pesawat bernama RI
01 yang kita tahu sekarang dimuseumkan di Taman Mini Indonesia Indah.
Inilah bukti kepatuhan dan loyalitas orang Aceh terhadap Soekarno karena
beliau menjanjikan penetapan syariat Islam di Aceh. Janji itu
disampaikan Soekarno kepada Tengku Daud Beureuh pada 16 Juni 1948.
Kedua,
Aceh memberikan kemenangan telak kepada partai Demokrat dan secara
khusus kepada SBY dalam pilpres 2009. Tercatat 93% masyarakat Aceh
memilih SBY. Ini juga bukti kepatuhan dan loyalitas orang Aceh terhadap
SBY, karena dalam masa pemerintahannya SBY telah memberikan sesuatu yang
berharga untuk Aceh yakni perdamaian.
Saya menyebut sikap loyal dan
patuh orang atau masyarakat Aceh terhadap pemimpin sebagai sebuah harga
yang mahal karena sang pemimpin jangan sekali-kali ingkar janji. Jika
sampai hal itu terjadi bukan tidak mungkin masyarakat atau orang Aceh
akan memberontak dan bahkan menyimpan dendam yang panjang. Fakta sejarah
sudah membuktikan itu. Kebaikan orang Aceh melalui pesawat RI 01 dan
ribuan nyawa mati di medan perang demi mempertahankan kesatuan NKRI pada
masa merebut kemerdekaan justru dibalas dengan ‘tuba’ oleh Soekarno.
Soekarno inkar janji. Sebagai reaksi terhadap pemerintah pusat yang acuh tak acuh, pada tanggal 21 September 1953 Tengku Daud Beureuh akhirnya memproklamasikan Aceh sebagai Negara Islam (Darul Islam) walau tetap menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia
Soekarno inkar janji. Sebagai reaksi terhadap pemerintah pusat yang acuh tak acuh, pada tanggal 21 September 1953 Tengku Daud Beureuh akhirnya memproklamasikan Aceh sebagai Negara Islam (Darul Islam) walau tetap menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia
Belajar dari fakta sejarah masa
lulu, SBY yang sekarang dipercayakan oleh mayoritas masyarakat Aceh
hendaknya membangun silaturahmi yang baik dengan masyarakat Aceh. Sebab
bisa saja terjadi, jika kepercayaan itu tidak dihargai, maka Aceh akan
bergejolak lagi. Prediksi ini memang jauh panggang dari api, tetapi
sikap awas SBY atas semua janjinya mesti perlu dibuktikan.
![]() |
Figur Masyarakat Aceh Masa Perang Aceh |
Itulah gambaran singkat perjumpaan saya dengan masyarakat Aceh sampai akhirnya saya menjumpai Dr. Mohd Harun lewat ’Memahami orang Aceh’ (April 2009) Kajiannya atas masyarakat Aceh dari penggalan syair hadih maja seperti meneguhkan sedikit perjumpaan saya dengan masyarakat Aceh. Menurutnya ada lima prototipe watak orang Aceh.
- Pertama adalah reaktif artinya sebagai sebuah sikap awas atas harga diri yang keberadaanya dipertaruhkan dalam konstelasi sosial budaya. Orang Aceh sangat peka terhadap situasi sosial di sekitarnya. Orang Aceh tidak suka diusik apalagi diejek, ’Aceh han me ceb’ (Aceh pantang diejek) sebab, karena kalau tersinggung dan menanggung malu reaksi yang timbul adalah akan dibenci dan bahkan menimbulkan dendam.
- Kedua adalah militan artinya memiliki semangat juang yang tinggi, bukan hanya dalam memperjuangkan makna hidup tetapi juga dalam mempertahankan harga diri atau eksistensinya. ’Rencong peudeueng pusaka ayah, rudoh siwah kreh peunulang. Nibak udep dalam susah, bah manoe darah teungoh padang’ (Rencong, pedang pusaka ayah, rudoh, siwah keris warisan. Daripada hidup di dalam susah, biar bermandikan padang di tengah padang)
- Ketiga adalah optimis hal ini tampak dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu. Orang Aceh beranggapan bahwa setiap pekerjaan yang kelihatan sulit dan berat harus dicoba dan dilalui. ’Siploh pinto teutob, na saboh nyang teubah’ (sepuluh pintu tertutup, ada satu yang terbuka).
- Keempat adalah konsisten. Hal ini tampak dalam sikap dan pendirian yang tidak plin plan, tegas, taat asas apalagi jika berkaitan dengan harga diri dan kebenaran. ’Cab di batee labang di papeuen, lagee ka lon kheun jeut metuba’ (cap di batu paku di papan, seperti sudah kukatakan tak boleh bertukar)
- Kelima adalah loyal. Hal ini amat berkaitan dengan kepercayaan. Jika seseorang , lebih-lebih pemimpin, menghargai, mempercayai, tidak menipu, tidak mencurigai orang Aceh maka mereka akan mebaktikan diri sepenuhnya kepada sang pemimpin.’Adak lam prang pih lon srang-brang. Bah mate di blang ngon sabab gata’ (walau dalam perang pun saya berkorban, biarlah mati dalam perang demi anda).
Penulis Khrisbheda Sormopes
ABOUTME
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Kami Mx Club Aceh Ialah Induk Atau Paguyuban Dari Club Mx Yang Berdiri Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu (MX-CL,MX-CS,MX-CBA) Salam, "Bersatu Mx Untuk Sama,Bersama Mx Untuk Satu"
0 comments:
Post a Comment